Rabu, 08 September 2010

Kardiotokografi

KARDIOTOKOGRAFI JANIN


Pendahuluan

Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh penyakit penyulit hipoksi janin dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan kesejahteraan janin dalam rahim. Pada dasarnya pemantauan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan hipoksi janin dalam rahim, seberapa jauh gangguan tersebut dan akhirnya menentukan tindak lanjut dari hasil pemantauan tersebut.
Kardiotokografi (KTG) merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan untuk tujuan di atas, melalui penilaian pola denyut jantung janin (djj) dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktifitas janin dalam rahim.
Cara pemantauan ini bisa dilakukan secara langsung (invasive/internal) yakni dengan alat pemantau yang dimaksudkan dengan rongga rahim atau secara tidak langsung (non infasif/eksternal) yakni dengan alat yang dipasang pada dinding perut ibu. Pada saat ini cara eksternal yang lebih populer karena bisa dilakukan selama antenatal ataupun intranatal, praktis, aman, dengan nilai prediksi positif yang kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih invasive.

Mekanisme Pengaturan Denyut Jantung Janin
Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut permenit (dpm) dengan variasi normal 20 dpm di atas atau di bawah nilai rata-rata. Sehingga harga normal denyut jantung janin antara 120 – 160 dpm (beberapa penulis menganut harga normal djj antara 120 – 150 dpm). Seperti telah diketahui bahwa mekanisme pengaturan djj dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain melalui :
1. Sistem syaraf simpatis, yang sebagian besar berada di dalam miokardium. Rangsangan syaraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergic akan meningkatkan frekuensi djj, menambah kekuatan kontraksi jantung dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stres, sistem syaraf simpatis ini berfungsi mempertahankan aktivitas jantung. Hambatan pada syaraf simpatis, misalnya dengan obat propanolo, akan menurunkan frekuensi dan sedikit mengurangi variabilitas djj.
2. Sistem syaraf parasimpatis, yang terutama terdiri dari serabut n. vagus yang berasal dari batang otak. Sistem syaraf ini akan mengatur nodus SA, VA dan neuron yang terletak diantara atrium dan ventrikel jantung. Rangsangan n. vagus, misalnya dengan asetilkolin, akan menurunkan frekuensi djj, sedangkan hambatan n. vagus, misalnya dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi djj.
3. Baroreseptor, yang letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan meningkat maka reseptor ini akan merangsang n. vagus dan n. glosofaringeus, yang akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung yang berupa penurunan frekuensi djj.
4. Kemoreseptor, yang terdiri dari 2 bagian, yakni bagian perifer yang terletak di daerah karotid dan korpus aorta serta bagian sentral yang terletak pada batang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar O2 dan CO2 dalam darah serta cairan otak. Bila kadar O2 menurun dan CO2 meningkat, akan terjadi reflek dari reseptor yang berupa takhicardi dan peningkatan tekanan darah untuk memperlancar aliran darah meningkatkan kadar O2 dan menurunkan kadar CO2. Keadaan hipoksia atau hiperkapnea akan mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan reflek bradikardi. Hasil interaksi dari kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan hipertensi.
5. Susunan syaraf pusat. Variabilitas djj akan meningkat sesuai dengan aktivitas otak dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun maka variabilitas djj juga akan menurun. Rangsangan hypothalamus akan menyebabkan takhikardi.
6. Sistem hormonal juga berperan dalam pengaturan djj. Pada keadaan stres, misalnya asfiksia, maka medulla adrenal akan mengeluarkan epinefrin dan non – epinefrin dengan akibat takhikardi, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan tekanan darah.

Karakteristik Gambaran djj
Gambaran djj dalam pemeriksaan KTG ada dua macam :
1. Denyut jantung janin basal (Basal fetal heart rate), yakni frekuensi dasar (baseline rate) dan variabilitas (variability) djj saat uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi)
2. Perubahan periodik (reactivity), merupakan perubahan djj yang terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi uterus

Frekuensi Dasar djj (basaline rate)
Dalam keadaan normal, frekuensi dasar djj berkisar antara 120 – 160 dpm. Beberapa penulis menyatakan frekuensi dasar yang normal antara 120-150 dpm. Disebut takhikardi apabila frekuensi dasar > 160 dpm. Bila terjadi peningkatan frekuensi yang berlangsung cepat (< 1-2 menit) disebut suatu ekselerasi (acceleration). Peningkatan djj pada keadaan akselerasi ini paling sedikit 15 dpm di atas frekuensi dasar dalam waktu 15 detik. Bradikardi bila frekuensi dasar <120 dpm. Bila terjadi penurunan frekuensi yang berlangsung cepat (<1-2 menit) disebut deselerasi (deceleration). Takhikardi Takhikardi dapat terjadi pada keadaan : 1. Hipoksia janin (ringan / kronik) 2. Kehamilan preterm (<30 minggu) 3. Infeksi ibu atau janin 4. Ibu febris atau gelisah 5. Ibu hipertiroid 6. Takhiaritmia janin 7. Obat-obatan (mis. Atropin, Betamimetik) Biasanya gambaran takhikardi tidak berdiri sendiri. Bila takhikardi disertai gambaran variabilitas djj yang masih normal biasanya janin masih dalam kondisi baik. Bradikardi Bradikardi dapat terjadi pada keadaan : 1. Hipoksia janin (berat/akut) 2. Hipotermi janin 3. Bradiaritmia janin 4. Obat-obatan (propanolol, obat anesthesia lokal) 5. Janin dengan kelainan jantung bawaan Gambaran bradikardi inipun biasanya tidak berdiri sendiri, sering disertai dengan gejala yang lain. Bila bradikardi antara 100-120 disertai dengan variabilitas yang masih normal biasanya menunjukkan keadaan hipoksia tersebut. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat lagi akan terjadi penurunan frekuensi yang makin rendah (<100 dpm) disertai dengan perubahan variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang abnormal). Variabilitas djj (variability) Variabilitas djj adalah gambaran osilasi yang tak teratur, yang tampak pada rekamam djj. Variabilitas djj diduga terjadi akibat keseimbangan interaksi dari sistem simpatis (kardioakselerator) dan parasimpatis (kardiodeselerator). Akan tetapi ada pendapat yang lain mengatakan bahwa varabilitas terjadi akibat rangsangan di daerah kortek otak besar (serebri) yang diteruskan ke pusat pengatur denyut jantung di bagian batang otak dengan perantaraan n. vagus. Variabilitas djj yang normal menunjukkan sistem persyarafan janin mulai dari korteks-batang otak n. vagus dan sistem konduksi jantung semua dalam keadaan baik. Pada keadaan hipoksi otak (asidosis/asfiksia janin), akan menyebabkan gangguan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi otak, dalam rekaman kardiotokografi akan tampak adanya perubahan variabilitas yang makin lama akan makin rendah sampai menghilang (bila janin tidak mampu lagi mempertahankan mekanisme hemodiamik di atas). Variabilitas djj dapat dibedakan atas 2 bagian : 1. Variablitas jangka pendek (short term variability) Variabilitas ini merupakan perbedaan interval antar denyut yang terlihat pada gambaran KTG yang juga menunjukkan variasi dari frekuensi antar denyut pada djj. Rata-rata variabilitas jangka pendek djj yang normal antara 2-3 dpm. Arti klinis dari variabilitas jangka pendek masih belum banyak diketahui, akan tetapi biasanya tampak menghilang pada janin yang akan mengalami kematian dalam rahim. 2. Variabilitas jangka panjang (long term variability) Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih jelas tampak pada rekaman KTG dibanding dengan variablitas jangka pendek di atas. Rata-rata mempunyai siklus 3-6 kali permenit. Berdasarkan amplitudo kluktusi osilasi tersebut, variabilitas jangka panjang dibedakan menjadi : a. Normal : bila amplitudo antara 6-25 dpm b. Berkurang : bila amplitudo antara 2-5 dpm c. Menghilang : bila amplitudo kurang dari 2 dpm d. Saltatory : bila amplitudo lebih dari 25 dpm Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam penilaian kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak maka akan terjadi perubahan variabilitas jangka panjang ini, tergantung derajat hipoksianya, variabilitas ini masih normal biasanya menghilang sama sekali. Sebaliknya bila gambaran ini masih normal biasanya janin masih belum terkena dampak dari hipoksia tersebut. Berkurangnya variabilitas djj dapat juga disebabkan oleh beberapa keadaan yang bukan karena hipoksia, misalnya : 1. Janin tidur (keadaan fisiologik dimana aktivitas otak berkurang) 2. Kehamilan preterm (SSP belum sempurna) 3. Janin anencephalus (korteks serebri tak sempurna) 4. Blokade vegal 5. Kelainan jantung bawaan 6. Pengaruh obat-obat narkotik, diazepam, MgSO4 dsb Suatu keadaan dimana variabilitas jangka pendek menghilang sedangkan variabilitas jangka panjang tampak dominan sehingga gambaran sinusoidal. Hal ini sering ditemukan pada : 1. Hipoksia janin yang berat 2. Anemia kronik 3. Fetal Erythroblastosis 4. Rh-Sensitized 5. Pengaruh obat-obat Nisentil, Alpha prodine Perubahan periodik djj Perubahan periodik djj ini merupakan perubahan frekuensi dasar yang biasanya terjadi oleh pengaruh rangsangan gerakan janin atau kontraksi uterus. Ada 2 jenis perubahan frekuensi dasar, yakni : 1. Akselerasi Merupakan respon simpatetik, dimana terjadi peningkatan frekuensi djj, suatu respon fisiologik yang baik (reaktif) dan lebih sering ditemukan pada janin letak sungsang. Diri-ciri akselerasi yang normal adalah dengan amplitudo >15 dpm, lamanya sekitar 15 detik dan terjadi paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20 menit.
Yang penting dibedakan antara akselerasi oleh karena kontraksi dan gerakan janin.
a. Akselerasi yang seragam (Uniform Acceleration)
Terjadinya akselerasi sesuai dengan kontraksi uterus
b. Akselerasi yang bervariasi (Variable Acceleration)
Terjadi akselerasi sesuai dengan gerakan atau rangsangan pada janin

2. Deselerasi
Merupakan respon parasimpatis (n. vagus) melalui reseptor-reseptor (baroreseptor / kemoreseptor) sehingga menyebabkan penurunan frekuensi djj.
a. Deselerasi dini
Ciri-ciri deselerasi dini adalah :
- Timbul dan menghilangnya bersamaan / sesuai dengan kontraksi uterus. Gambaran deselerasi ini seolah merupakan cermin kontraksi uterus
- Penurunan amplitudo tidak lebih dari 20 dpm
- Lamanya deselerasi kurang dari 90 detik
- Frekuensi dasar dan variablitas masih normal
Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal/fisiologis dimana terjadi kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi saat ini disebabkan oleh penekanan kepala janin oleh jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan merangsang refleks vagal (lihat skema 1).

Skema 1. Mekanisme terjadinya deselerasi dini oleh karena tekanan kepala janin
Kontraksi Uterus
Tekanan kepala janin
Deselerasi Dini
Aliran darah ke otak berkurang
Rangsangan Vagus



b. Deselerasi variabel
Ciri-ciri deselerasi variabel ini adalah :
- Gambaran deselerasi yang bervariasi, bila saat timbulnya, lamanya, amplitudo dan bentuknya
- Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengancepat dan penurunan frekuensi dasar djj (amplitudo) bisa sampai 60 dpm.
- Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pra deselerasi) atau sesudah (akselerasi pasca deselerasi) terjadinya deselerasi
- Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty yaitu deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar djj dan lamanya deselerasi lebih dari 60 detik
- Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering atau deselerasi variabel yang memanjang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang berlanjut.
Deselerasi variabel ini sering terjadi akibat penekanan tali pusat pada masa hamil atau kala I. Penekanan tali pusat ini bisa oleh karena lilitan tali pusat, tali pusat tumbung atau jumlah air ketuban berkurang (oligohidramnio)/ Selama variabilitas djj masih baik, biasanya janin tidak mengalami hipoksia yang berarti. (lihat skema 2). Penanganan yang dianjurkan pada keadaan ini adalah perubahan posisi ibu, reposisi tali pusat bila ditemukan adanya tali pusat terkemuka atau menumbung, pemberian oksigen pad ibu, amnio-infusion untuk mengatasi oligohidramion bila memungkinkan dan terminasi persalinan bila diperlukan

Kontraksi Uterus
Penekanan arteri tali pusat
Hipertensi janin
Baroreseptor
Hipoksin janin
Kemoreseptor
Rangsangaagus
Hipoksi Miokard
Deselerasi variable
Skema 2. Mekanisme terjadinya deselerasi variabel akibat penekanan tali pusat



c. Deselerasi lambat
Ciri-ciri deselerasi lambat adalah :
- Timbulnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus dimulai
- Berakhirnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus menghilang
- Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40-60 detik)
- Timbulnya berulang pada setiap kontraksi, dan beratnya sesuai dengan intensitas kontraksi uterus
- Frekuensi dasar djj biasanya normal atau takhikardi ringan. Akan tetapi pada keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi
Adapun deselerasi lambat dapat terjadi pada beberapa keadaan yang pada dasarnya semua bersifat patologis. Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebabkan janin mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai cadangan O2 yang mencukupi dan masih mampu mengadakan kompensasi keadaan tersebut maka tidak tampak adanya gangguan pada gambaran KTG selama tidak ada stres yang lain. Bila terjadi kontraksi uterus, maka aliran darah ke plasenta akan semakin berkurang dan akan memperberat keadaan hipoksia janin. Keadaan terakhir ini akan menyebabkan rangsangan pada kemoreseptor dan n. vagus dan terjadilah deselerasi lambat tersebut. Jarak waktu antara timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk rangsangan kemoreseptor dan n. vagus. Pada fase awal, dimana tingkat dipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia otak dan tubuh masih mampu mengadakan kompensasi untuk mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas djj biasanya masih normal. Akan tetapi bila keadaan hipoksia makin berat atau berlangsung lebih lama maka jaringan otak akan mengalami hipoksia dan otot jantungpun mengalami depresi oleh karena hipoksia, sebagai akibatnya adalah variabilitas djj akan menurun dan akhirnya menghilang sebelum janin akhirnya mati dalam rahim. Penanganan apabila ditemukan suatu deselerasi lambat adalah memberikan infuse, ibu tidur miring, berikan oksigen, menghentikan kontraksi uterus dengan obat-obat tokolitik, segera direncanakan terminasi kehamilan dengan SD.





Skema 3. Mekanisme terjadinya deselerasi lambat oleh karena insufisiensi utero-plasental.
Kontraksi Uterus
Insufisiensi utero-plasenta
Kemoreseptor
Respon adrenergik
Hipertensi janin
Baroreseptor
Respon parasim patis
Deselerasi lambat
Depresi
Miokard
A
S
I
DO
S
I
S (-)
A
S
I
DO
S
I
S (+)


Hasil rekaman KTG yang normal pada umumnya memberikan gambaran sebagai berikut :
1. Frekuensi dasar djj sekitar 120-160 dpm
2. Variabel djj antara 6-25 dpm
3. Terdapat akselerasi
4. Tidak terdapat deselerasi atau kalaupun ada hanya suatu deselerasi dini

Dalam praktek sehari-hari sering dijumpai gambaran KTG yang menyimpang dari normal, namun saat lahir dalam kondisi baik, sebaliknya juga ditemukan keadaan dimana hasil KTG normal akan tetapi ternyata bayi lahir dalam kondisi asfiksia. Hal ini menunjukkan bahwa kesalahan dalam memberikan kesimpulan pada hasil KTG sering terjadi. Oleh karena itu diperlukan kemampuan yang memadai untuk dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan KTG sehingga pemeriksaan KTG mempunyai nilai ketepatan yang cukup memadai dalam menentukan diagnosa

Pemeriksaan KTG pada masa kehamilan
Pada awalnya pemeriksaan KTG dikerjakan saat persalinan (inpartu), namun kemudian terbukti bahwa pemeriksaan KTG ini banyak manfaatnya pada masa kehamilan khususnya pada kasus-kasus dengan faktor resiko untuk terjadinya gangguan kesejahteraan janin (hipoksia) dalam rahim seperti :
1. Hipertensi dalam kehamilan / gestosis
2. Kehamilan dengan DM
3. Kehamilan post-term
4. Pertumbuhan janin dalam rahim terhambat
5. Ketuban pecah premature (KPP)
6. Gerakan janin berkurang
7. Kehamilan dengan anemia
8. Kehamilan ganda
9. Oligohidramnion
10. Polihidramnion
11. Kehamilan dengan penyakit ibu

Non Stress Test (NST)
Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran djj dalam hubungannya dengan gerakan / aktivitas janin. Adapun penilaian NST dilakukan terhadap frekuensi dasar djj (baseline), variabilitas (variability) dan timbulnya akselerasi yang sesuai dengan gerakan / aktivitas janin (Fetal Activity Determination / FAD).
Interpretasi dari NST
1. Reaktif
a. Terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan yang disertai dengan adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm
b. Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120-160
c. Variabilitas djj antara 6-25 dpm.
2. Non reaktif
a. Tidak didapatkan gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak ditemukan adanya akselerasi pada setiap gerakan janin
b. Variabilitas djj mungkin masih normal atau berkurang sampai menghilang
3. Meragukan
a. Terdapat gerakan janin akan tetapi kurang dari 2 kali selama 20 menit pemeriksaan atau terdapat akselerasi yang kurang dari 10 dpm
b. Frekuensi dasar djj normal
c. Variabilitas djj normal
Pada hasil yang meragukan pemeriksaan hendaknya diulangi dalam waktu 24 jam atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test)
4. Hasil pemeriksaan NST disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif) apabila ditemukan :
a. Bradikardi
b. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau djj mencapai 90 dpm, yang lamanya 60 detik atau lebih
Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah viable atau pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable

Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik sampai 1 minggu kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaan ulang dianjurkan 1 minggu kemudian. Namun bila ada faktor resiko seperti hipertensi/gestosis, DM, perdarahan atau oligohidramnion hasil NST yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan masih tetap baik sampai 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering (1 minggu). Hasil NST non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah <30%, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CST atau pemeriksaan yang mempunyai nilai prediksi positif yang lebih tinggi (Doppler-USG). Sebaiknya NST tidak dipakai sebagai parameter tunggal untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan oleh karena tingginya angka positif palsu tersebut (dianjurkan untuk menilai profil biofisik janin yang lainnya).

Contraction Stress Test (CST)
Pemeriksaan CST dimaksudkan untuk menilai gambaran djj dalam hubungannya dengan kontraksi uterus. Seperti halnya NST pada pemeriksaan CST juga dilakukan penilaian terhadap frekuensi dasar djj, variabilitas djj dan perubahan periodik (akselerasi ataupun deselerasi) dalam kaitannya dengan kontraksi uterus.

Interpretasi CST
1. Negatif
a. Frekuensi dasar djj normal
b. Variabilitas djj normal
c. Tidak didapatkan adanya deselerasi lambat
d. Mungkin ditemukan akselerasi atau deselerasi dini
2. Positip
a. Terdapat deselerasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50% dari jumlah kontraksi
b. Terdapat deselerasi lambat yang berulang, meskipun kontraksi tidak adekuat
c. Variabilitas djj berkurang atau menghilang
3. Mencurigakan
a. Terdapat deselerasi lambat yang kurang dari 50% dari jumlah kontraksi
b. Terdapat deselerasi variabel
c. Frekuensi dasar djj abnormal
Bila hasil CST yang mencurigakan maka pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam
4. Tidak memuaskan (unsatisfactory)
a. Hasil rekaman tidak representatif misalnya oleh karena ibu gemuk, gelisah atau gerakan janin berlebihan
b. Tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat
Dalam keadaan ini pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam
5. Hiperstimulasi
a. Kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit
b. Kontraksi uterus lamanya lebih dari 90 detik (tetania uteri)
c. Seringkali terjadi deselerasi lambat atau bradikardi
Dalam keadaan ini, harus waspada kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang berlanjut sehingga bukan tidak mungkin terjadi aksifia janin. Hal yang perlu dilakukan adalah segera menghentikan pemeriksaan dan berikan obat-obat penghalang kontraksi uterus (tokolitik), diberikan oksigen pada ibu dan tidur miring untuk memperbaiki sirkulasi utero-plasenta.

Hasil CST yang negatif menggambarkan keadaan janin yang masih baik sampai 1 minggu kemudian (spesifitas 99%). Sedangkan hasil CST yang positif biasanya disertai outcome perinatal yang tidak baik dengan nilai prediksi positif 50%

Kontra indikasi CST :
1. Absolut
a. Adanya resiko ruptura uteri misalnya pada bekas SC, miomektomi dsb.
b. Perdarahan antepartum
c. Tali pusat terkemuka

2. Relatif
a. Ketuban pecah premature
b. Kehamilan kurang bulan
c. Kehamilan ganda
d. Inkompetensia servik
e. Disproporsi sefalo-pelvik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar